Sabtu, 30 September 2017

Maafkan sejarah, tapi jangan lupakan


Bukan soal lagi jika setiap tahunnya pada bulan september Bangsa Indonesia selalu diributkan tentang pelanggaran-pelanggaran HAM pada tahun 1965. Dalam acara ILC dengan tema "PKI, Hantu atau Nyata" Letjen (Purn) Agus Widjojo menututurkan bahwa Bangsa Indonesia sangat rendah peradabannya. Terbukti dari setiap tahunnya Bangsa Indonesia selalu diributkan oleh persoalan yang tiada habisnya ini.

Selain itu Letjen (Purn) Agus Widjojo mengatakan "Tidak ada satupun golongan yang mengklaim dirinya dapat meluruskan sejarah, lepaskan saja". Memang Indonesia memiliki sejarah kelam yang sangat gelap pada tahun 65, tapi bukan berarti Bangsa kita terus menerus mempersoalkan masalah ini tanpa ada habisnya.

Sudah seharusnya Bangsa yang besar ini memiliki konsep kedepannya untuk kehidupan yang lebih baik lagi, menghantam keras koruptor, menjalankan hukum yang adil, mengolah tanah yang berkah ini dengan sangat baik agar bisa dirasakan semua Warga Negara Indonesia. Percayalah, 1000 dewa khayanganpun tidak mungkin menyelesaikan masalah seperti ini jika dalam diri kita tidak ada rasa legowo.

Di era keterbukaan seperti sekarang ini, dimana mereka ( Bangsa Asing) bebas menanamkan modal mereka di Indonesia, bebas membeli tanah, bebas mendirikan bangunan, bebas menjalankan usahanya untuk mempertebal dompetnya. Cepat atau lambat, mereka akan menggantikan manusia manusia pemalas yang sering menebar benih dendam dan tukang tidur seperti kita ini, mereka akan mengusir kita dan memaksa untuk membayar sewa kepadanya atas rumah sewa yang didirikannya. Kita akan tersingkir dari tanah yang penuh dengan berkah ini, kita kehilangan hak untuk menikmati Bangsa yang besar ini.

Bung Karno pun sering mengingatkan bahwa kita jangan sampai terpecah belah, karena itu yang di inginkan oleh Imperialisme dan Nekolisme. Bung Karno pun pernah berkata "Saya ingat kepada ucapan seorang historicus. Kembali lagi, Arnold Toynbee dan kedua kalinya diucapkan oleh Gibbon.  A great civilization never goes down, unless it destroys itself from within. A great civilization never goes down, unless it destroys itself from within. Satu kebudayaan yang besar, yang tinggi, yang mulia, katakanlah satu bangsa yang besar, tidak akan tenggelam, tidak akan hancur, tidak akan bisa tenggelam, tidak akan bisa hancur, kecuali bangsa itu merusak dirinya dari dalam.

Saya, kamu, kita, bertanggung jawab atas keselamatan Bangsa ini, kita bertanggung jawab atas hari depan Bangsa ini, kita bertanggung jawab kepada penyampaian sejarah kepada anak cucu kita nanti. Maka dari itu, janganlah kita ikut-ikut, atau kita menganjurkan sesuatu yang dapat meretakan cawan kebhinekaan kita. Cawan Kebhinekaan yang berisi anggur manis harus bisa dirasakan oleh anak cucu kita nanti, bahwa kita memiliki suatu falsafah hidup yang sangat baik, bahwa kita memiliki suatu falsafah hidup yang sangat spesial.

Seharusnya, kita mulai sibuk dan mencari cara bagaimana butir-butir kelima yang terpampang kokoh di dada Sang Garuda agar tidak hilang, agar tidak roboh, agar tidak rusak digerogoti tikus-tikus. Menanamkan kembali nilai-nilai Pancasila kepada anak cucu kita, kepada generasi yang akan menggantikan kita,

Untuk Bangsa yang sedang berjuang, berjuang untuk tetap berketuhanan, berjuang untuk memastikan manusia yang adil dan beradab, berjuang untuk persatuan Indonesia, berjuang agar tetap menjalankan musyawarah yang baik dalam menyelesaikan masalah dan berjuang untuk keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Untuk bangsa yang sedang berjuang menjalankan itu semua tidak ada yang namanya berhenti. Tidak! Kita tetap berjalan terus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar